Kamis, 15 November 2012

Bapak


Bapak

Oleh : cholyka


Pak dulu kau dipermalukan anak pertamamu. Putri sulungmu itu berkata kurang sopan pada temannya dan orang tuanya marah sehingga memaki-maki padamu dan juga keluarga kita,bertahun-tahun kau diolok-olok banyak orang karena  kesalahan yang tak kau perbuat. Bahkan sampai hari ini sepertinya dendam mereka belum juga hilang. Tapi kau tetap tegar menjalani hidup dengan berbagai banyak cercaan.
Belum juga hilang dari ingatan, deritamu sudah datang lagi. Anak keduamu pulang dari ibu kota dalam kondisi yang tidak sehat fisik dan mental. Ia diguna-guna orang yang menyukainya. Bertahun- tahun  harta yang kau kumpulkan habis untuk pengobatannya, tapi apa yang kau katakan,” kalian lebih berharga daripada segunung mutiara, jikalau rambut bapak laku dijualpun akan bapak potong yang penting kalian tak perlu merasakan sengsara seperti yang sudah pernah bapak alami”.
Aku tahu bukan hanya hartamu yang habis untuk pengobatannya,tapi hatimu juga tersayat melihat kondisi putrimu,karena ia bahkan tak mengenalimu sebagai orang tuanya lagi. Tapi lagi-lagi kau tetap berusaha ikhlas. Kau bahkan tak pernah bermuka masam atau menampakan kelelahan sedikitpun.
Dan hari ini, disaat putri keduamu sudah mulai membaik, sepertinya Tuhan belum membiarkanmu untuk sekedar menghela nafas lega,bagaimana tidak. Tadi pagi putri kecilmu ini pergi ke rumah sakit karena memang ada bagian dari tubuhnya yang tak nyaman. Ya ada benjolan sebesar kelereng dipayudaraku, memang aku tak pernah merasakan sakit. Tapi dokter berkata jika dibiarkan bisa membesar dan membahayakan nyawaku.
Pak, aku tahu betapa hancur hatimu ketika kau mendengar  hal ini. Sungguh aku tak berniat merepotkanmu sedikitpun. Tapi akupun jauh lebih terpukul, jalan hidupku masih panjang, tapi begitu banyak batu kerikil yang menghalangi  jalan hidup kita. Kami begitu merepotkanmu, tak pernah sekalipun membuatmu merasa bangga.
Aku pulang berurai air mata, dengan sabar kau menanyaiku. Kuceritakan semuanya padamu tanpa ada yang terlewat. Perlahan kau hapus air mata dipipiku dengan jari-jarimu yang sudah mulai keriput dimakan usia. Kau belai rambutku dengan begitu lembut, lalu kaupun mulai berbisik.
“Kau tahu, Tuhan itu tak pernah salah, ia selalu benar dan adil, ini bukanlah sebuah hukuman tapi hanya bagian dari perjalanan hidup. Semua orang pasti pernah mengalaminya tapi dengan cara yang berbeda karena kita punya jalan hidup masing-masing. Ketika kau ingin menjadi orang yang sukses tengadahkan kepalamu keatas dan lihatlah mereka yang telah berhasil, maka kau akan termotivasi. Tapi ketika kau merasa  sedang tidak beruntung, jangan sekali-kali melihat keatas karena itu hanya akan  membuatmu lupa untuk bersyukur, tapi lihatlah mereka yang dibawah, hidup dengan berbagai kesulitan, setelah itu kau pasti akan merasa lebih beruntung dari mereka dan kau akan kembali pada-Nya untuk berterimakasih”.
Betapa trenyuhnya hati ini mendengar ucapanmu, hidupmu sudah semakin sulit saja tapi kau bagai tak pernah merasakannya. “ Tapi pak, bukankah uangmu sudah habis hanya untuk mengobati putrimu, lalu bagaimana lagi sekarang. Aku tak ingin lagi merepotkanmu, sudah cukup putri-putrimu ini membuat hidupmu susah. Lagipula pak, aku tidak merasa sakit jadi sebaiknya aku tak perlu menjalani operasi”.
“Ya, mungkin benjolan itu tidak menimbulkan rasa sakit, tapi jika dibiarkan bisa berbahaya. Kau harus sembuh, masa depanmu masih panjang. Kalau bapak si tinggal menunggu waktu. Tidak usah khawatir, masalah biaya biar bapak yang pikirkan,itu bukan tanggung jawabmu”.
Aku berusaha menolak tapi kau hanya mendekapku, erat dan semakin erat seakan aku begitu rapuh. Sampai aku tak sadar bahwa telah tertidur dipangkuanmu. Layaknya seorang bayi, dengan tubuh rentamu kau baringkan tubuh ini, dan tidur disampingku.
Perlahan kubuka kelopak mataku dan ternyata kau sudah terlelap. Tak terbayang betapa lelahnya tubuhmu. Apakah kau tak menyadari bahwa rambutmu sudah memutih semua. Tapi dipenghujung usiamu kau justru dibebani dengan begitu banyak kesulitan. Kau berjuang sedari dulu tapi belum juga menuai kebahagiaan.
Pak kenapa hatimu begitu mulia, sementara aku tak bisa berbuat apapun untuk membalas semua yang telah kau korbankan untuk kami. Kau tak pernah peduli pada terik yang membakar kulitmu, kau mengabaikan derai air hujan yang mengguyurmu seharian demi memperjuangkan hidup kami.
Ketika orang-orang masih terlelap dengan selimut mereka kau sudah bermain dengan air, menangkap ikan-ikan untuk dijual,tak peduli terkadang jualanmu tak laku. Tapi tak pernah kau pulang berputus asa, senyum dari wajah tuamu tetap tersungging.
Tuhan, kau terlalu baik. Kau selalu memberikan yang terbaik untuk kami. Kau juga membuatku bangga karena lahir dari orang tua yang begitu luar biasa. Tapi Tuhan, bisakah Kau memberiku kekuatan dan kemampuan untuk dapat  membalasnya, aku tak ingin mengecewakannya. Karena orang tuaku adalah anugrah yang begitu luar biasa.
Pak, seberapa banyakpun rupiah  yang kuhasilkan kelak, tak akan pernah cukup untuk membayar apa yang telah kau perjuangkan untukku. Tapi ketahuilah, disetiap sujudku aku selalu berusaha membujuk Tuhan agar memberikan tempat ternyaman bagimu jika kau kembali pada-Nya suatu hari nanti, hanya itu yang bisa kuberikan, karena sampai kapanpun aku tak akan bisa membalas kebaikanmu, semoga kelak Ia bisa menghadiahkan surga bagimu, amin.

0 komentar:

Posting Komentar